Kenapa Danau Biru di Lombok Tengah Masih Sepi? Ini Ceritaku Menembus Jalan Berbatu Menuju Surga Tersembunyi

Hari itu adalah hari sabtu pagi yang cerah, dimana aku bersama partner memutuskan untuk menjelajahi daerah yang jarang kami jelajahi, yaitu bagian Lombok Tengah (biasanya kami hanya jalan-jalan di sekitar lombok barat saja hehehe), tepatnya ke Danau Biru di Desa Karang Sidemen, Batukliang. 

Kami memilih tempat ini karena selain jaraknya yang tidak terlalu jauh, juga karena penasaran melihat postingan teman di grup WA yang mengatakan disini bagus dan tenang. Jadilah berbekal rekomendasi itu dan maps, kami motoran kesana.

Karena tau tempatnya di Batukliang, kami PD aja melaju sampai pertigaan menuju Teraktak tanpa melihat maps, dan baru membuka aplikasinya disana. Aku menjadi navigator yang melihat maps dan mengarahkan untuk mengikuti petunjuk di aplikasi. Kami lalu melaju ke arah timur mengikuti maps, tapi karena melaju dengan kecepatan lumayan kencang, pertigaan pertama yang seharusnya belok kiri terlewati, tapi karena di maps terlihat bisa saja lewat jalan lainya, jadi aku bilang “terus aja deh!”

Kemudian ada pertigaan lagi yang kembali terlewati, tapi karena jalur di maps langsung berubah menunjukkan ada jalan lainnya yang bisa kami lalui di arah kami melaju, jadi aku bilang “ga pa-pa deh, di depan ada lagi.”

Pada pertigaan selanjutnya aku suruh pak supir hati-hati agar tidak terlewat, lalu kami belok mengikuti petunjuk di maps. Setelah meluncur beberapa saat, maps menunjukkan kami harus mengambil jalan kecil melewati sawah. Hmmm… beneran nih? Tapi kami ikuti aja jalan itu dulu sampai terlihat bahwa jalurnya beneran kecil dan rusak, waduh! balik deh! 😓

Akhirnya kami balik lagi dan memutuskan belok di pertigaan ke dua yang tadi terlewat saja. Begitu ketemu pertigaannya, kami belok kanan, dan mengikuti jalurr tersebut. setelah beberapa saat jalannya makin kecil dan melalui sawah lagi hahaha… begitu ada rumah penduduk, kami tanya, bener bisa ke Danau biru lewat sini? Mereka jawab bisa, tapi masih jauh. Oke, kita coba lurus lagi deh!

Tapi eh tapi, setelah meluncur beberapa saat, kami mendapati jalannya makin sepi, rusak dan kecil! waduh… kalau kenapa-kenapa motornya bisa repot nih! Pikir kami, sehingga kami memutuskan balik arah lagi. Hahaha… 

Akhirnya, setelah sempat berhenti dan bertanya lagi sama mbak-mbak di pinggir jalan, kami memutuskan untuk mengambil pertigaan pertama yang tadi terlewat. 😆 Jalannya jalan aspal yang masih mulus, besar dan di kanan-kirinya persawahan yang indah, jadi kami merasa cukup senang walaupun sempat 2 kali salah jalur. 

Tapi, setelah beberapa saat jalan aspal mulus, kami kembali bertemu jalan beton sempit yang rusak! Hahaha…. ada-ada saja! untungnya tidak terlalu jauh, akhirnya kembali ketemu pertigaan besar, dimana kami harus belok kanan, dan disitu terlihat kalau jalan yang ke arah kiri adalah jalan aspal yang bagus. 

“Wah, nanti pulangnya lewat sana aja lah!” Kataku

“Pastinya!” Jawab partnerku.

Beberapa saat kemudian kami melihat gerbang masuk yang mengarah ke lahan tanah cukup luas dengan beberapa papan petunjuk jalan yang mengarahkan ke jalan tanah yang agak rusak. Salah satu papan petunjuknya sih bertuliskan Danau Biru, jadi kami ikuti saja jalan tanah itu.

Ternyata jalan tanahnya cukup panjang dong guys… dan rusak berbatu-batu pula! “Aduuuh motorku…!” Keluhku beberapa kali. 😓 Setelah beberapa saat berjibaku dengan jalan berbatu, akhirnya ada pertigaan di kiri jalan dengan papan petunjuk bertuliskan “Danau Biru”, dan yang lurus bertuliskan “Hutara”. Akhirnyaaaa

Begitu belok kiri langsung terasa hawa yang lebih sejuk menerpa. Wah… segarnya… sudah deket nih danaunya! Jalanan sisanya ternyata jauh lebih bagus daripada yang baru saja kami lalui, yaitu jalan semen yang cukup lebar dan mulus. Wah-wah… kok ga sekalian sampai depan gerbang sih? 😅

Begitu sampai di depan gerbang masuk Danau Biru, ada penjaganya yang menyetop kami dan memberi tiket masuk, “12 ribu sudah termasuk parkir” katanya. Karena kami cuma bawa uang 50 ribuan dan mereka tidak ada kembalian, jadi kami bilang “Nanti dah pas baliknya ya”, lalu kami masuk dan parkir motor di parkiran yang cukup luas namun masih sepi

Begitu masuk, aku melihat deretan toko-toko yang tutup. Sepertinya toko tersebut dibangun oleh Pemda untuk masyarakat sekitar yang ingin berjualan disana. Sayang juga belum bisa dimanfaatkan dengan maksimal. 

Sepanjang jalan menuju danau, menurutku sudah ditata sangat bagus, terdapat banyak bangku taman dan pepohonan yang rindang, jalanan yang dipasangi batu sikat, berugak-berugak dan terdapat fasilitas umum yaitu mushola dan toilet yang bersih, entah karena memang terawat baik atau karena tidak banyak yang pakai ya? Hehehe…

Lalu dibangun juga menara pandang berupa tangga bertingkat-tingkat yang bisa dipakai untuk foto-foto dan melihat ke danau dari ketinggian. Aku tentu saja tidak melewatkan untuk berpose disana!

Saat kami datang, hanya ada 2 lapak pedagang yang buka, kulihat yang dijual hanya makanan jadi dan instan seperti mie cup dan kopi sachet. Jadilah, sambil duduk-duduk di berugak, kami pesan kopi dulu sambil beristirahat setelah perjalanan yang cukup melelahkan (karena nyasar, hehehe).

Saat kami kesana, suasananya cukup sepi, seingatku hanya ada 2 kelompok lain yang juga berkunjung saat itu. Ada seseorang yang saat itu berenang di tepian danau. Melihat itu aku jelas saja… tidak berani ikutan! Hahaha… 

Selain karena tidak bisa berenang, 😅 permukaan danau yang terlalu tenang dan tidak terlihat jernih membuatku takut untuk berenang walaupun memakai ban sekalipun (disana ada penyewaan ban besar), aku tidak tahu apa saja yang ada di dalam danau, gimana kalau ada ular atau buaya? Hahaha! Pasanganku yang pandai berenang pun berpendapat sama.😏

Setelah kopi habis, kami memutuskan untuk menjelajahi sekitar danau dan tentu saja, foto-foto! Tujuan pertama tentu saja mendekat ke danau. 

Begitu masuk, aku melihat deretan toko-toko yang tutup. Sepertinya toko tersebut dibangun oleh Pemda untuk masyarakat sekitar yang ingin berjualan disana. Sayang juga belum bisa dimanfaatkan dengan maksimal. 

Sepanjang jalan menuju danau, menurutku sudah ditata sangat bagus, terdapat banyak bangku taman dan pepohonan yang rindang, jalanan yang dipasangi batu sikat, berugak-berugak dan terdapat fasilitas umum yaitu mushola dan toilet yang bersih, entah karena memang terawat baik atau karena tidak banyak yang pakai ya? Hehehe…

Lalu dibangun juga menara pandang berupa tangga bertingkat-tingkat yang bisa dipakai untuk foto-foto dan melihat ke danau dari ketinggian. Aku tentu saja tidak melewatkan untuk berpose disana!

Saat kami datang, hanya ada 2 lapak pedagang yang buka, kulihat yang dijual hanya makanan jadi dan instan seperti mie cup dan kopi sachet. Jadilah, sambil duduk-duduk di berugak, kami pesan kopi dulu sambil beristirahat setelah perjalanan yang cukup melelahkan (karena nyasar, hehehe).

Saat kami kesana, suasananya cukup sepi, seingatku hanya ada 2 kelompok lain yang juga berkunjung saat itu. Ada seseorang yang saat itu berenang di tepian danau. Melihat itu aku jelas saja… tidak berani ikutan! Hahaha… 

Selain karena tidak bisa berenang, 😅 permukaan danau yang terlalu tenang dan tidak terlihat jernih membuatku takut untuk berenang walaupun memakai ban sekalipun (disana ada penyewaan ban besar), aku tidak tahu apa saja yang ada di dalam danau, gimana kalau ada ular atau buaya? Hahaha! Partnerku yang pandai berenang pun berpendapat sama.😏

Setelah kopi habis, kami memutuskan untuk menjelajahi sekitar danau dan tentu saja, foto-foto! Tujuan pertama tentu saja mendekat ke danau. 

Taman di sekeliling danau terdiri dari beberapa tingkat ketinggian, tentu saja danau terletak paling rendah. Jadi untuk menuju danau, kami menuruni tingkat pertama dan terdapat deretan bangku taman untuk melihat danau dari agak tinggi. 

Kemudian kami berjalan lagi menyusuri jembatan warna-warni menuju tempat foto yang disediakan menjorok agak ke tengah danau. Dari atas jembatan aku bisa melihat aliran sungai tempat mengalirnya air Danau Biru. Baru di ujung aliran sungai itulah aku bisa melihat aliran air yang cukup deras.

Setelah berfoto di tengah danau, kami balik lagi menyusuri jembatan dan turun ke bagian terendah yang terdekat ke tepian danau dimana ada ayunan dengan tulisan Danau Biru disana. Jika kamu cukup berani untuk berenang, dari sinilah kamu bisa menyentuh danau.

Di tepiannya juga disediakan bangku taman dengan pohon-pohon peneduh di sekitarnya, sehingga kamu bisa duduk santai menikmati danau dari sana. Disana juga tempat  penyewaan ban bisa kamu temui.

Setelah cukup puas menikmati suasana danau yang cukup segar di pagi hari, kami memutuskan untuk pulang. Setelah membayar kopi dan mengambil kembaliannya untuk bayar parkir, kami langsung joss motoran dan mengeluh karena harus melewati kembali jalanan rusak..! Hehehe.

Menurutku mengunjungi Danau Biru memang paling enak pagi hari, jadi pulangnya sebelum siang. Selain karena jalan menuju kesana yang jauh dan masih rusak, sehingga tentunya akan sangat merepotkan jika kamu mau pulang dari sana sore menjelang malam, aku tidak yakin sepanjang jalan menuju kesana cukup memiliki lampu jalan jika kamu pulangnya senja hari.

Jadi, kamu ingin ke Danau Biru juga?? Atau kalau sudah pernah, bagaimana pendapatmu?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

 

 / 

Sign in

Send Message

My favorites